Ayutthaya Historical Park adalah situs peninggalan kerajaan Ayutthaya di Thailand dan merupakan salah satu UNESCO World Heritage Site. Inilah surganya bagi orang-orang yang menyukai candi-candi dan wisata ke situs bersejarah.
Untuk mencapai kota Ayutthaya sendiri, dibutuhkan waktu sekitar 1,5-2 jam dari Stasiun Hua Lam Phong, Bangkok. Kami menggunakan 3rd class train (non-AC/kipas angin), dengan harga tiket 15 - 20 Baht. Berangkat dari Stasiun Hua Lam Phong sekitar jam 09.30, kami tiba di Ayutthaya sekitar jam 11.00. Keretanya benar-benar tepat waktu, hebat!
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a7336f06&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=601&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a7336f06' border='0' alt='' /></a>
Begitu sampai di Stasiun Ayutthaya, kami langsung menuju tourist center untuk meminta peta gratis (yang diharuskan hanyalah menulis nama dan daerah asal kita untuk catatan mereka). Dari peta itulah kami memperhatikan bahwa di Ayutthaya ini banyak sekali Wat -- alias temple/candi/kuil -- yang tersebar. Untuk mencapainya satu persatu disarankan untuk menggunakan sepeda atau menyewa "tuk-tuk" (bemo ala Thailand) karena lokasi Wat yang saling berjauhan.Pada bulan Desember, Ayutthaya ini panasnya bukan main. Rencana awalnya sih kami mau keliling Ayutthaya dengan bersepeda, tetapi berhubung kami sampai di sananya siang, cuaca sudah terlalu terik dan tidak nyaman untuk bersepeda keliling-keliling kota.
Kami memperhatikan bahwa pepohonan di jalan-jalan besarnya juga jarang-jarang, jalanan aspal pun menjadi lebih panas dan tidak teduh. Oleh karena itu, akhirnya kami menyewa tuk-tuk untuk berkeliling Ayutthaya.
Setelah negosiasi alot dengan seorang pengemudi tuk-tuk, kami sepakat untuk menyewa tuk-tuk selama 3 jam sebesar 550 Baht (tarif aslinya 600 Baht). Tuk-tuk ini berkapasitas sekitar 7 orang penumpang. Padahal kami cuma bertiga, jadi kami bisa duduk selonjoran sesuka hati.
Pengemudi tuk-tuk kami bernama Tony, berperawakan besar dan berjenggot dengan rambut yang mulai memutih dikuncir satu. Menggunakan kaus kutang dan celana panjang kain, terkadang kalau ia tertawa terlihat giginya yang sudah tidak lengkap.
Walaupun terlihat seperti preman, Mr Tony ini orang yang baik dan sangat membantu kami dalam menentukan spot jalan-jalan. Dan tuk-tuknya berwarna merah muda! Manisnya... si tuk-tuk.
Setelah berjalan-jalan lumayan jauh kami baru menyadari bahwa tuk-tuk merah muda milik Mr Tony ini pun dinamakan Tony Service.
Di sini kami hanya mengunjungi beberapa Wat yang terkenal saja, seperti "Sleeping Buddha" di Wat Chaimongkhon dan "Buddha Head in Tree" di Wat Maha That.
Setelah mengunjungi Wat Maha That, perut pun mulai terasa lapar. Berdasarkan referensi di internet, kami mencari Roti Sai Mai. Tadinya kami mengira ini adalah makanan yang berat, bisa untuk makan siang. Ternyataaa... Roti Sai Mai ini adalah cemilan tradisional khas Thailand.
Cemilan ini mirip-mirip gulali "rambut nenek" yang banyak dijual di Indonesia, namun bedanya kalau di Indonesia kita menggunakan kepingan mirip kerupuk untuk menangkup si gulali, mereka menggunakan adonan pancake. Bentuk Roti Sai Mai mirip pancake yang diisi gulali, rasanya manis namun terimbangi dengan hambarnya adonan pancake. Lumayan juga sih untuk mengganjal perut yang kosong.
Selesai menghabiskan satu bungkus Roti Sai Mai seharga 25 Baht, kami memutuskan untuk melanjutkan makan siang di tempat yang direkomendasikan Tony. Tempat ini mirip warung-warung di Indonesia. Berhubung kami kurang yakin apakah makanan sana halal atau tidak, akhirnya kami membeli semacam pempek ikan ala Thailand dan memesan nasi untuk 3 orang. Kita harus benar-benar kreatif untuk mencari makanan halal di Thailand, sekaligus untuk menghemat biaya, tentunya.
Perut kenyang, kami lalu mencari tempat belanja oleh-oleh. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan Tony, kami pun dibawa Tony ke sebuah department store. Tapi ternyata barang-barangnya biasa saja, masih serupa dengan ITC di Indonesia. Kami pun langsung mencari musholla.
Dari hasil ngobrol-ngobrol antara teman saya dan Tony, tampaknya Tony tidak mengerti arti "mosque", "masjid", "musholla", ataupun tempat beribadah orang Muslim. Heran juga, sebab di Bangkok sendiri, musholla bertebaran di mana-mana, termasuk di Stasiun Hua Lam Phong.
Akhirnya kami semua memutuskan untuk shalat di atas bangku depan toilet Stasiun Ayutthaya. Perlu dicatat bahwa di sini toiletnya bersih! Two thumbs up!
Selesai shalat dan cuci muka, kami pun kembali ke Bangkok sekitar pukul 15.00 waktu setempat dan tiba di Hua Lam Phong sekitar pukul 17.00. Biarpun capai dan kulit menggosong, kami puas telah berhasil mencapai Ayutthaya dengan kereta ekonomi, mencoba tuk-tuk, dan mencicipi Roti Sai Mai. Seru!
thailand penuh dengan candi yang menunjukkan budaya yang telah maju di masa lampau.
ReplyDelete.
salam kenal mas reza. banner mas reza sdh saya pasang di blog saya. maaf ya kelamaan memasangnya. trims...