der@zino Blog: Menengok Terowongan Cu Chi

Pages

Wednesday, January 5, 2011

Menengok Terowongan Cu Chi

 
Seorang wanita beserta anak dan cucunya mengundurkan diri dari lubang masuk terowongan Cu Chi.

SUARA tembakan terdengar sekali-sekali, kadang-kadang terdengar seperti saling susul, di tengah kesunyian suasana hutan ketika pada pertengahan bulan September lalu saya beserta sejumlah wisatawan mancanegara menyusuri jalan setapak memasuki kawasan hutan bekas basis perjuangan gerilyawan Vietkong di daerah perbukitan Cu Chi (baca: ku ci), sekitar 50 kilometer dari Ho Chi Minh.
Suara tembakan tersebut betul-betul berasal dari senapan yang ditembakkan! Senjata-senjata tersebut hasil rampasan dari tentara Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Jenisnya, antara lain, AK-27, M-16, dan M-60. Namun, senjata-senjata itu tentu saja bukan ditembakkan oleh para pejuang Vietkong, melainkan oleh rombongan wisatawan lain yang diberi kesempatan mencoba senjata-senjata itu dalam sebuah lapangan tembak yang berada di ujung hutan.
Sekalipun demikian, suara tembakan tersebut berhasil membawa kami ke suasana peperangan, menggambarkan suasana mencekam sewaktu dahulu tentara Amerika Serikat menerabas hutan mencari gerilyawan Vietkong yang bersembunyi di terowongan-terowongan bawah tanah di tengah hutan.
Hutan di daerah ini sudah tidak selebat dulu karena banyak pohon yang sudah musnah diberondong mitraliur tentara Amerika Serikat, baik dari udara maupun darat, yang menjalankan taktik bumi hangus dalam rangka operasi ”Cedar Falls” menumpas para pejuang Vietkong pada 1967. Operasi multidivisi ini mengerahkan lebih dari 30.000 tentara Amerika Serikat, tetapi tidak berhasil mematahkan perlawanan gerilyawan Vietkong yang mendapatkan dukungan dari rakyat setempat. Bahkan, sebaliknya, rakyat Vietnam berhasil mengalahkan dan mengusir keluar tentara negara adikuasa itu pada 1975.
Obyek wisata menarik
Sekarang, terowongan Cu Chi bukan lagi menjadi basis perjuangan Vietkong melawan musuh, melainkan menjadi salah satu ”basis perjuangan” Pemerintah Vietnam untuk mendatangkan wisatawan mancanegara mengunjungi negeri Paman Ho ini di tengah kancah persaingan global dunia pariwisata. Terowongan Cu Chi diminati banyak wisatawan mancanegara.
Pagi pada pertengahan September lalu, saya mengikuti paket tur setengah hari ke terowongan Cu Chi yang diselenggarakan salah satu dari banyak biro perjalanan lokal yang bertebaran di Ho Chi Minh. Ikut bergabung pula dalam paket ini sejumlah wisatawan dari Singapura, Malaysia, Jepang, dan beberapa negara Eropa.
Harga paket 4 dollar AS per orang. Harga ini hanya meliputi biaya transportasi (bus ber-AC) dan pemandu wisata lokal, belum termasuk karcis masuk ke terowongan Cu Chi seharga 75.000 new dong (sekitar Rp 60.000). Harga paket ini jauh lebih murah daripada harga paket sejenis yang ditawarkan pihak hotel. Berangkat pukul 08.30 pagi dan kembali pukul 14.30 siang.
Perjalanan dengan bus dari pusat Ho Chi Minh menuju kawasan Cu Chi makan waktu sekitar satu jam. Kami dipandu seorang pemandu lokal bernama Bin Lec, keturunan Vietnam (ibu)-Filipina (ayah), yang mengaku mantan kapten Angkatan Laut Vietnam Selatan.
Setelah menyaksikan film dokumenter perang Vietnam dan mendengarkan informasi lisan mengenai sejarah serta struktur bangunan terowongan Cu Chi dalam sebuah bungker di tepi hutan, kami segera diajak memasuki hutan.
Lubang asli dan ”permak”
Pemandu wisata tiba-tiba menghentikan langkahnya. ”Lihat itu!” katanya sambil menunjuk tanah yang berada di bawah kaki seorang di antara kami. Pemandu minta orang itu menyingkir beberapa langkah dari tempat yang dipijaknya. Di tengah kebingungan kami, pemandu berjongkok di sisi daerah rerumputan yang tadi diinjak kaki orang itu lalu mencengkeram ”petak” tanah tersebut.
”Anda lihat, ini sebuah lubang terowongan,” katanya sambil tersenyum dan mengangkat ”petak” tanah berumput yang sudah berada dalam cekalan kedua tangannya.
”Wow!” seru kami hampir berbarengan dengan rasa takjub. Betapa tidak takjub, ”petak” tanah berumput yang menutupi sebuah lubang terowongan tersebut betul-betul tersamar sempurna dengan daerah rerumputan di sekitarnya sehingga kami tidak menyangka beberapa menit lalu telah menginjakkan kaki di atas pintu masuk sebuah terowongan. Terowongan ini mampu menahan beban tank dan truk tentara Amerika yang melintasi daerah tersebut tanpa menyadari di bawah tanah ada terowongan gerilyawan Vietkong.
Lubang mulut terowongan tersebut berukuran kecil, sekitar 100 sentimeter x 50 sentimeter.
”Terowongan ini memang dibangun sesuai dengan postur tubuh orang-orang Vietnam yang pada waktu itu kecil dan kurus. Sekarang anak-anak kami sendiri, yang postur tubuhnya sudah berbeda dengan kami, merasa takjub, lubang sekecil ini bisa dimasuki orangtua mereka,” papar pemandu wisata kami itu dengan tersenyum lebar, sambil menutup kembali lubang tersebut.
Katanya, lubang itu bukan untuk wisatawan, melainkan sekadar untuk menunjukkan lubang yang masih asli yang belum mengalami perubahan. Untuk keperluan para wisatawan, Pemerintah Vietnam sudah melakukan perubahan sekaligus perbaikan pada beberapa terowongan sepanjang beberapa kilometer, antara lain lubang masuk diberi undakan-undakan serta terowongan diperlebar untuk menyesuaikan postur tubuh orang-orang Barat dan diberikan penerangan lampu listrik alakadarnya.
Setelah sekitar seperempat jam meneruskan perjalanan menerabas celah pepohonan, akhirnya kami tiba di lokasi terowongan yang sudah diperbaiki untuk bisa dimasuki wisatawan.
”Anda yang mau masuk ke terowongan ini silakan satu per satu antre. Saya sendiri sudah sering masuk ke terowongan ini. Jadi, yang masuk Anda sekalian dengan diantar oleh seorang staf saya,” katanya sambil menunjukkan seorang lelaki setengah tua yang sejak tadi sudah berada di mulut terowongan. ”Saya akan menunggu kalian di lubang keluar di sana,” ujarnya sambil menunjuk ke arah beberapa puluh meter dari tempat kami berdiri.
Lubang terowongan yang sudah ”dipermak” untuk wisatawan memang jauh lebih lebar daripada lubang yang masih asli. Lubang masuk ini diberi undakan sehingga wisatawan tidak perlu meniru cara gerilyawan Vietkong yang masuk terowongan dengan langsung lompat ke dalam lubang. Sekalipun demikian, setelah menuruni undakan tanah tersebut, orang harus berjongkok atau bahkan merangkak untuk melewati terowongan karena terowongan itu dilebarkan sekadar cukup untuk jongkok atau merangkak bagi wisatawan berpostur tubuh orang Barat.
Terowongan yang disediakan untuk dijelajahi wisatawan ini berjarak pendek dengan tiga pilihan lubang keluar. Sebagian besar keluar dari lubang pertama yang jarak tempuhnya hanya beberapa meter. Sebagian lagi keluar dari lubang kedua yang jarak tempuhnya sekitar dua puluh meter. Hanya beberapa anak muda keluar dari lubang ketiga yang jarak tempuhnya sekitar lima puluh meter.
Namun, ada juga yang baru masuk beberapa langkah sudah mundur keluar dari lubang masuk karena mereka tidak tahan pengapnya atau mereka merasa ngeri harus merangkak di terowongan yang suram yang hanya diberi penerangan minim (lampu 5 watt) di beberapa sudut.
Suvenir khas perang
Sepanjang jalan di tengah hutan yang kami tempuh terhampar sejumlah diorama yang menggambarkan aneka kegiatan gerilyawan Vietkong, mulai dari membuat senjata dari besi rongsokan sampai menggergaji peluru mortir untuk diambil mesiunya.
”Secara lugu dan sederhana mereka menggergaji mortir. Apa yang terjadi? Gesekan gergaji yang mereka lakukan itu menimbulkan panas sehingga membuat mortir di hadapannya meledak dan mencelakai diri mereka. Maklumlah, mereka petani-petani sederhana. Namun, mereka cepat belajar dari kejadian tersebut. Sejak kejadian itu, selanjutnya mereka menggunakan gayung terbuat dari batok kelapa untuk mengucurkan air guna menurunkan panas yang disebabkan oleh gesekan-gesekan gergaji dan akhirnya berhasil mengambil mesiunya tanpa terjadi ledakan,” tutur pemandu kami.
Juga dipamerkan aneka jenis jebakan sederhana, tetapi mematikan, yang menggunakan media mulai dari bambu runcing sampai paku dan potongan besi yang runcing. Bentuk jebakannya juga beraneka ragam, mulai model jebakan hewan sampai model pintu. Jebakan-jebakan tersebut buatan Vietkong dengan dibantu rakyat setempat. Sebuah tank hasil rampasan dari tentara Amerika Serikat juga dipamerkan di sini.
Di ujung akhir perjalanan menjelajahi hutan Cu Chi, ada sebuah bangunan barak yang memamerkan barang-barang suvenir khas yang menyangkut perang Vietnam, seperti topi kain gerilyawan Vietkong yang berhiaskan gambar bintang merah, topi khas pejabat kolonial Perancis, dan korek api gas yang ditatah dengan nama-nama peleton tentara Amerika Serikat yang pernah beroperasi di Vietnam. Juga ada alas kaki yang biasa digunakan gerilyawan Vietkong berupa sandal yang terbuat dari bahan karet. Sandal ini dijual seharga 40.000-50.000 new dong (sekitar Rp 40.000) bergantung pada besar-kecil ukuran sandal.
Tidak jauh dari barak tempat penjualan suvenir, ada lapangan latihan menembak. Di lapangan menembak ini wisatawan bisa menggunakan senjata hasil rampasan perang untuk menguji kemahiran menembak.
Untuk satu peluru yang ditembakkan, wisatawan dikenai tarif 25.000 new dong (sekitar Rp 20.000). Dari tempat inilah suara tembakan senjata api yang kami dengar ketika akan memasuki hutan Cu Chi tadi berasal. 
 
Sumber : Kompas Cetak

Related Post

1 comment:

  1. sob banner sudah terpasang, silakan di cek...

    maaf telat..

    ReplyDelete

Biasakan untuk menuliskan komentar setelah Anda membaca artikel.

FOLLOWERS

BLOG ARCHIEVES