Gempa 7,2 Skala Richter (SR) yang menggoyang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, 25 Oktober lalu memutarbalikkan fakta mengenai peringatan dini tsunami.
Gempa berayun dan tidak terlalu kuat itu ternyata diikuti gelombang tsunami setinggi 14-15 meter dengan kecepatan 800 km/jam.Pusat gempa di lepas pantai Mentawai ini sebelumnya luput dari perhatian peneliti lokal maupun nasional. Tipe gempa Mentawai pada 25 Oktober 2010 ini menjadi pelajaran baru bahwa gempa tidak merusak pun bisa mendatangkan tsunami.
“Kondisi ini ini memang di luar perkiraan kami karena sebelumnya kami fokus untuk memperhatikan pusat gempa di darat dan pusat gempa yang tak jauh dari daratan dengan tipe menghentak merusak bangunan,” jelas Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Ade Edward, Kamis 16 Desember 2010.
Gempa yang diiringi tsunami di Mentawai berpusat di kedalaman 10 km dan berlokasi di 3,61 Lintang Selatan (LS) - 99,93 Bujur Timur (BT) atau 78 km barat daya Pagai Selatan, Mentawai.
Gempa ini dinilai unik berdasarkan hasil penelitian pakar gempa, Dani Hilman. Gempa ini tergolong tipe berayun dan durasinya terjadi cukup panjang. Normalnya, gempa dengan durasi 30 detik kekuatannya sama dengan 7 SR. Saat gempa Mentawai, durasi gempa melebihi waktu normal atau lebih dari 30 menit dan hal itu menurut Danny sama dengan gempa berkekuatan 8 SR.
“Terjadinya tsunami juga di luar perkiraan karena getaran gempanya kecil sehingga tidak merusak pemukiman penduduk,” tambah Ade.
Ia mengatakan, kejadian gempa dan tsunami Mentawai menjadi pelajaran mitigasi penanganan bencana ke depan.
Ade pun menilai sistem peringatan dini tsunami perlu dievaluasi kembali untuk meminimalisir korban saat terjadi bencana serupa. Early Warning System berbasis masyarakat lokal akan digali untuk menyempurnakan sistem terpusat yang ada saat ini.
Saat tsunami menghantam empat kecamatan di Mentawai (Pagai Utara, Pagai Selatan, Sikakap, Sipora Selatan) pusat informasi bencana Sumbar telat mengetahui kejadian tersebut. Bahkan alat peringatan dini tsunami yang terpasang di Sumbar tidak bereaksi apa pun memberikan signal tanda bahaya.
Pelajaran yang berharga bagi mitigasi bencana usai tsunami Mentawai yakni kemampuan warga menyelamatkan diri meskipun tsunami terjadi kurang dari 15 menit pasca gempa. Kearifan lokal masyarakat Mentawai menyelamatkan diri dari terjangan tsunami menjadi kajian pemerintah melakukan mitigasi.
“Ini pelajaran besar buat kami karena tsunami terjadi tidak hanya karena gempa besar dan merusak atau air laut surut saja tapi perlu disempurnakan kembali,” katanya.
Menurutnya, kejadian ini akan membuka pemikiran baru bahwa peringatan dini tidak bisa dilakukan secara terpusat. Masing-masing kabupaten perlu memperkuat sistem peringatan dini bencana yang terintegrasi dengan sistem nasional. Di Sumbar, ungkap Ketua Ikatan Ahli Geologi Sumbar ini, sistem peringatan dini bersifat lokal sedang diupayakan penyelesaiannya.
Saat ini, para ahli dan pemerintah daerah sedang berkumpul di BMKG Jakarta melakukan evaluasi dan koordinasi penyempurnaan sistem peringatan dini tsunami.
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment
Biasakan untuk menuliskan komentar setelah Anda membaca artikel.