Kerak Telor adalah makanan asli Betawi yang sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan makanan khas Jakarta yang sudah mulai langka dijumpai. Keberadaannya mulai tergilas seiring pesatnya serbuan fast food di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikan kerak telor semakin terpojok dan kehadirannya pun pudar ditelan jaman.
Pada masa kolonial Belanda dahulu, kerak telor sempat menjadi makanan elit khas Betawai yang terkenal kelezatan rasanya. Makanan ini dihidangkan saat pesta dan hajatan besar para pembesar pada masa itu. Namun semakin bergulirnya waktu, kehadiran kuliner-kuliner barat menggeser pesona kerak telor ini.
Semakin tergusurnya makanan khas betawi ini, terkadang membuat rasa kangen untuk kembali mengenang pada masa betawi tempo dulu. Kerak Telor adalah makanan khas Betawi, dengan bahan olahan seperti beras ketan putih, telur ayam/bebek, ebi (udang kering yang diasinkan) yang disangrai kering ditambah bawang merah goreng, lalu diberi bumbu yang dihaluskan berupa kelapa sangrai, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam, dan gula butiran/pasir. Cara masaknya juga cukup unik. Ketika kerak telor telah setengah matang maka wajan pemasaknya dibalikkan dan kerak telor dibiarkan langsung terkena panas arang dari anglo sehingga kemudian menjadi sedikit gosong. Mungkin ini yang dinamakan keraknya.
Harganya pun sangat terjangkau yaitu sekitar Rp.5000 hingga Rp.7500. Harga ini bisa lebih mahal lagi ketika kini kerak telor bisa kita jumpai di mal-mal besar. Rasanya tidak kalah lezat dengan makanan modern seperti D’creeps, Omlete ataupun Burger. Untuk mendapatkan makanan favorit Si Pitung ini agak sulit. Kehadirannya mulai terbatas hanya ketika ulang tahun Jakarta saat Pekan Raya Jakarta digelar. Tapi ketika hari biasa agak jarang ditemui pedagang kerak telor ini, hanya dibeberapa tempat saja. Di Kampung Babakan Setu yang mayoritas penduduknya adalah asli Betawi dan termasuk dalam komunitas lingkungan yang dilestarikan kebudayaannya oleh Pemerintah Jakarta kerak telor sedikit mudah didapatkan. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari yang paling ramai untuk berjualan, karena pengunjung biasanya juga datang pada hari libur tersebut. Bagi pedagang kerak telor, hari libur saat yang paling ditunggu karena pada hari itu omset mereka cukup lumayan. Apabila hari biasa, umumnya pedagang kerak telor hanya berjualan ditempat-tempat keramaian seperti di pelataran mall dan itu pun omzetnya tidak terlampau banyak.
Entah sampai kapan keberadaan kerak telor sebagai kuliner peninggalan sejarah Betawi ini akan bertahan, namun melestarikan kuliner lokal dan warisan leluhur sendiri akan lebih membanggakan daripada kita mengangkat dan mengembangkan kuliner barat yang mulai menyerbu negeri ini. Selamat menikmati Kerak Telor!
0 comments:
Post a Comment
Biasakan untuk menuliskan komentar setelah Anda membaca artikel.